Rabu, 23 November 2011

"Mei 1998" Kenangan Kelam Indonesia



“Mei 1998”

Kenangan Kelam Indonesia


Kini Indonesia telah lupa dengan masa lalunya sendiri, baik masa lalu yang bahagia ataupun masa lalu yang suram. Masyarakat, para pejabat negara, bahkan Presiden seakan membuang jauh masa lalu yang suram dan membiarkannya menjadi kenangan kelam yang akan membuat Indonesia dipandang buruk di mata Internasional. Apalagi masyarakat dan para tokoh negara sendiri terutama anak-anak dan remaja terlalu dimanjakan oleh zaman modern sehingga mereka tidak menjadikan masa lalu yang suram tersebut sebagai perbaikan negara yang mengakibatkan Indonesia semakin terpuruk dari negara-negara lain di dunia.
Dalam sejarahnya, Indonesia mengalami peristiwa yang menunjukkan ambruknya moral bangsa. Selain mengalami krisis moneter, sekitar pertengahan Mei 1998 Indonesia dilanda dengan krisis moral yang bergejolak. Krisis moneter dan krisis moral tersebut berdampak buruk pada sektor-sektor penting dan mencoret nama baik Indonesia sebagai ligatur bangsa di mata Internasional. Krisis moral yang terjadi sekitar pertengahan Mei 1998 itu sering disebut Tragedi Mei 1998 . Tragedi Mei 1998 merupakan serentetan kerusuhan, pembunuhan, perusakan, bahkan tindakan asusila. Kerusuhan yang terjadi saat itu dipicu oleh tragedi Trisakti yang membuat empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh. Pada kerusuhan ini banyak toko-toko dan perusahaan-perusahaan yang dirusak oleh amukan massa terutama warga Indonesia keturunan Tionghoa. Sebagian besar kerusuhan tersebut terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surakarta. Tragedi Mei 1998 tersebut adalah tragedi kerusuhan rasial anti etnis Tionghoa. Saat itu etnis Tionghoa diperlakukan tidak adil, agama konfusian tidak diakui sebagai agama di Indonesia. Dikabarkan juga terjadi pemerkosaan massal terhadap ratusan wanita keturunan Tionghoa. Pemerkosaan tersebut disertai dengan penganiayaan secara sadis dan pembunuhan. Ini menjadi bukti bahwa kerusuhan, pembunuhan, perusakan, dan pemerkosaan tersebut digerakkan secara sistematis dengan perencanaan dan pengorganisasian oleh para pelakunya.
Tragedi Mei 1998 tak terjadi secara alami di Indonesia. Namun ada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tragedi tersebut. Salah satu penyebabnya adalah militer Orde Baru. Tragedi tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa politik rezim Orde Baru yang intinya adalah Golkar dan TNI adalah sumber utama terjadinya tragedi kerusuhan saat itu. Oleh karena itu, memperingati tragedi tersebut berarti membongkar lebih jauh kejahatan dan kesalahan Orde Baru. Tidak bisa lain, karena hubungan antara tragedi Mei 1998 dan akibat politik Orde Baru sangat erat. Penyebab lain tragedi Mei 1998 adalah rasa sentimen terhadap etnis Tionghoa. Rasa sentimen tersebut terjadi karena isu SARA seperti agama. Etnis Tionghoa diperintahkan untuk kembali ke daratan Cina hanya karena doktrin Soeharto. Selain kedua penyebab di atas, faktor utama yang mungkin menyebabkan tragedi terjadi yaitu perbedaan pendapat atau ketidaksepahaman ide antara masyarakat dan kebijakan negara. ketidaksepahaman pendapat menyebabkan rasa kesal dan kecewa dari keduanya sehingga timbul konflik batin yang lama kelamaan menjadi konflik fisik yang anarkis. Keduanya memiliki sifat egois karena ketidaksepahaman tersebut. Ketiga penyebab di atas merupakan penyebab-penyebab yang mendominasi terjadinya tragedi Mei 1998.
Peristiwa yang disebut tragedi anarkis dan asusila ini telah melewati rentang waktu 13 tahun. Karena tragedi anarkis tersebut, ratusan ribu orang secara langsung atau tidak langsung menderita dalam berbagai kadar dan bentuk serta kehilangan harta benda milik pribadi. Kerugian dan kerusakan material sangat besar sebab ribuan gedung, toko-toko, kantor dan rumah-rumah menjadi hancur. Kerusakan material dari tindakan-tindakan anarkis tersebut dapat diatasi secara mudah, namun kerusakan mental terutama akibat tindakan asusila tersebut menjadi masalah utama yang harus dipecahkan. Mulai dari masalah trauma, masalah luka hati dan masalah dendam yang masih terpendam. Tindakan-tindakan anarkis dan asusila tersebut merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus diungkap secara teliti. Apalagi dengan kondisi sekarang, masyarakat dan para pejabat negara bahkan presiden tak lagi memperhatikan kejadian di masa lalu. Mereka lupa bahwa kejadian buruk di masa lalu dapat dijadikan sebagai perbaikan yang menjadikan Indonesia menjadi negara maju dan bermoral. Jika dibiarkan terus, penderitaan masyarakat yang menjadi korban tragedi tersebut semakin memprihatinkan sehingga menimbulkan rasa dendam atas penderitaan mereka apabila teringat kembali dengan kenangaan kelam di masa lalu. Oleh karena itu, perlu adanya penuntasan dan pengungkapan segera kasus tragedi Mei 1998 tersebut.
Hingga sekarang, Presiden beserta jajarannya tidak lagi mengungkap kasus tragedi Mei 1998. Tidak ada upaya apapun baik dari negara maupun dari masyarakat sendiri untuk menuntaskan tragedi tersebut. Hampir 13 tahun, korban dan keluarganya menuntut dan berjuang agar kasus tersebut mendapat perhatian dari pemerintah. Namun setelah melewati 5 kali pemerintahan, kasus tersebut tak lebih dari sekedar catatan sejarah yang menjadi kenangan kelam Indonesia. Seolah tragedi tersebut hanyalah butiran debu di antara butiran lainnya yang tidak layak untuk diperhatikan. Padahal pemerintahan yang kini menyebutkan diri mereka sebagai pemerintahan reformasi itu dapat berkuasa setelah kerusuhan dan penggulingan Soeharto terjadi. Rasa persatuan dan keindonesiaan yang telah dimiliki semakin hilang dimakan oleh masa lalu yang kelam tersebut.
Penuntasan kasus tragedi Mei 1998 tidak akan berhasil apabila dilakukan sendiri oleh pemerintah. Penuntasan kasus tersebut harus dilakukan juga oleh masyarakat di Indonesia terutama generasi muda yang mempunyai peran penting dalam membangun Indonesia menjadi negara maju dan bermoral. Untuk mempercepat penuntasan tragedi tersebut, masyarakat dan pemerintah harus menjalin kerja sama yang berkualitas. Jangan sampai hanya karena perbedaan pendapat timbul konflik batin dan fisik yang bisa menggagalkan rencana bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Salah satu terobosan yang bisa dilakukan oleh masyarakat terutama generasi muda yang masih mempunyai semangat perjuangan, yaitu membangun sebuah organisasi atau lembaga yang berperan aktif dalam menuntaskan kejadian-kejadian kelam di masa lalu. Yang paling berperan dalam organisasi ini yaitu para generasi muda, karena generasi muda merupakan agen perubahan (agent of change) menuju Indonesia yang damai sehingga keindonesiaan yang dimiliki tak dapat lepas dari jiwa masyarakat terutama generasi muda itu sendiri. Pemerintah dalam organisasi ini berperan sebagai penasehat generasi muda, artinya apabila ada tindakan yang salah dari generasi muda, pemerintah turun tangan untuk memberikan sebuah kebijakan yang membantu generasi muda dalam melakukan perjuangannya. Sedangkan masyarakat berperan sebagai motivator generasi muda. Masyarakat berusaha untuk memberikan semangat atau dorongan kepada generasi muda supaya terus berjuang untuk menuntaskan tragedi Mei 1998. Masyarakat bisa memberikan ide kepada generasi muda mengenai tindakan yang bisa dilakukan untuk menyukseskan tujuan bersama, yaitu menuntaskan kasus tragedi Mei 1998. Kasus tragedi Mei 1998 merupakan salah satu pelanggaran HAM di Indonesia. Oleh karena itu, Komnas HAM perlu didorong terus agar lebih berani dan tegas dalam menjalankan tugasnya. Dengan dukungan kuat dan sekaligus pengawasan yang ketat dari opini publik sehingga bisa berharap bahwa Komnas HAM dapat membuat terobosan-terobsan baru dalam penuntasan tragedi tersebut.
Tragedi Mei 1998 sudah 13 tahun menjadi kenangan kelam Indonesia. Tragedi tersebut masuk daftar pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Namun tak ada pemimpin bangsa yang berhasil mengungkap dan menuntaskan kasus tragedi tersebut. Tragedi yang merupakan pelanggaran HAM tersebut hanya menjadi ajang politisasi para birokrat dan elit-elit di Indonesia. Salah satu penyebab terjadinya tragedi Mei 1998 yang telah dijelakan sebelumnya yaitu perbedaan pendapat atau ketidaksepahaman dalam memahami tragedi tersebut. Ketidaksepahaman pendapat tersebut disertai dengan rasa egois sehingga menjadi hal yang wajar bila terjadi pertikaian ataupun kerusuhan. Oleh karena itu, mari ubah paradigma kita bersama dengan membiasakan diri untuk selalu menghargai kebebasan orang lain terutama perbedaan pendapat. Karena dengan hal itu, Insya Alloh kasus seperti tragedi Mei 1998 tidak akan terulang lagi di Indonesia. Selain itu, mari kita “bergandengan tangan” untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia karena sangat mungkin suatu saat nanti kerabat, keluarga, atau teman kita menjadi korban pelanggaran HAM berat. Untuk Komnas HAM, harus lebih berani dan lebih tegas dalam menjalankan tugas dan memutuskan suatu perkara. Karena kelemahan dalam mengeluarkan keputusan akan mengakibatkan kerja Komnas HAM tak berpengaruh terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Oleh karena itu, bangun kerja sama dan tanamkan sikap saling menghargai perbedaan pendapat antara kita bersama untuk mewujudkan Indonesia yang anti kekerasan, damai dan tidak hilang keindonesiaannya.

0 komentar:

Posting Komentar

Bagaimana pendapat Anda tentang blog ini?

Total Tayangan Halaman